Gambar

AKU DAN ANAK-ANAKKU DI MASA DEPAN; KEHILANGAN ALAM DAN KEDEKATAN RAGAWI

Anakku,

adakah yang salah di rahimku hingga aku melahirkan kalian sebanyak ini?
Bertahun lalu pertanyaan yang sama aku ucap. Tapi tak ada satu pun dari kalian yang menjawab. Begitu juga hari ini. Terlalu burukkah, pertanyaanku?

Cintaku,
datanglah, duduk dekat dengan aku yang melahirkan kalian. Melahirkan biji bola mata yang kelak tidak lagi merekam hijau daun di pegunungan. Bola mata yang sibuk memotret tebing tebing dihancurkan dengan alat gerak raksasa yang menyaingi sepedaku. Bola mata yang bergerak seiring kaca kaca yang berderet di kota besar dengan tangan dan kaki yang juga sama raksasanya. Nak, hijau daun tak akan lagi ada. Kalian akan terjebak di kotak kaca yang kanan kirinya bising kendaraan menerobos gendang telinga kalian.

Akan banyak banjir bandang yang rajin menyecapi kaki kaki kalian yang kian tua. Tanah longsor yang menenggelamkan tawa riang kita yang tiba tiba. Akan kalian dengar, deru derap langkah para manusia yang katanya relawan di sekitaran. Tangan tangan saling menjabat erat di tengah ketakutan. Sistem tata lingkungan dengan segera diperbaiki, juga dengan tiba tiba. Padahal Nak, kalian mesti tahu. Beberapa dari mereka sudah lebih dulu mengingatkan tentang sistem yang salah. Lebih dulu menanam kebaikan kebaikan pada perut bumi yang besar tak terjangkau hanya dengan lima huruf. Lebih dulu bekerja keras memikirkan dan melakukan upaya sadar lingkungan dengan menaik-turuni pegunungan, penanaman mangroove, tebar benih bambu di lahan lahan itu, juga membiarkan keringat mereka menetes bersama deras air di Daerah Aliran Sungai yang barangkali pernah dialiri cerita nenek moyang kita yang belum sempat aku ceritakan pada kalian. Aku ingatkan Nak, akan sering kalian dapati huru-hara yang tidak pernah selesai ujungnya.

Sini sayang,
tidurlah di pangkuanku yang melahirkan kalian. Melahirkan sepasang tangan, sepasang kaki yang aku beri doa di jelang fajar meninggi. Sepasang tangan, sepasang kaki yang kelak akan kalian gunakan untuk menghabisi waktu kalian. Barangkali, tangan kalian tidak lagi meraih jari jariku dan mencium punggung telapak tanganku. Juga kaki kalian akan bersideru-derap di rumahku walau hanya satu hari, dan selebihnya kalian akan menapaki hampa yang mengaburkan jarak pandang di tempat lain.

Cintaku hidupku,
erat-likatkan aku yang melahirkan kalian. Melahirkan seutuh tubuh yang kelak akan terkubur di popularitas yang membuat kalian lupa kampung halaman. Aku yakin, kelak, kalian akan berdecak kagum di hamparan negeri yang baru kalian singgahi beberapa menit saja. Kalian akan mengirimiku cerita panjang tentang sungai sungai yang mengalirkan ribuan lukisan dalam kepala. Mengirimiku gambar gambar bersuara air mancur dengan harmoni lagu yang berputar di sore yang masih saja terik. Mengirimiku gambar gambar dengan perpindahan tempat yang cepat dan canggih luar biasa melalui smartphone yang aduhai.

Barangkali, aku tidak bisa memahami kalian, cerita cerita modern yang kalian kirim padaku. Aku sungguh akan terlambat mengerti, bahkan aku takut jika kalian menjauhiku hanya karena kita akan lebih banyak berdebat soal “lama dan kekinian”. Tapi tidak akan terlambat menjawab, jika kalian bertanya tentang rumput rumput yang mengajari kalian berjalan. Mengajari kalian susah payah jatuh dan berdiri kembali di hamparannya yang berembun di pagi buta. Juga tentang bagaimana ayah kalian melilitkan jarum dan gunting kecil di sela pakaian kalian jika senja mulai turun. Mungkin, jika adik kalian dalam kandunganku ini lahir, kalian hanya akan menyapanya dari udara. Menemaninya bermain dari suara suara angin telepon genggam yang barangkali, bentuknya akan menyaingi televisiku, barangkali.

 

Abad silam,
Ibu.

 

Sumber picture: www.kaskus.co.id

Tinggalkan komentar